PartaiQQ - Pemindahan ibu kota
tampaknya bukan lagi sekadar wacana. Belakangan, diskusi sudah semakin
mengerucut pada pemilihan daerah mana yang bakal ditunjuk sebagai
pengganti Jakarta. Presiden Joko Widodo sendiri sudah
melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi yang dijagokan.
Jika memang jadi
pindah, pasti prosesnya masih panjang. Keputusan memindahkan ibu kota tidak
bisa diambil dalam waktu singkat. Pun tidak cukup hanya dengan keputusan
seorang pimpinan eksekutif atawa presiden.
Nah, mumpung masih
dikaji, boleh dong saya kasih saran. Menurut saya sih, sebaiknya ibu kota tidak
usah pindah dari Jakarta. Setidaknya ada dua alasan yang patut menjadi
perhatian :
1. Pemindahan ibu kota bukan solusi
masalah-masalah di Jakarta
Tak bisa dipungkiri,
Jakarta menanggung beban terlalu berat. Jumlah penduduk dan penglaju yang
mencari nafkah di Jakarta sudah melampaui daya tampung dan daya dukung kota
ini. Coba buat daftar permasalahan yang dihadapi Jakarta. Mulai dari banjir,
kemacetan, permukiman, sampah, polusi udara dan masih banyak lagi.
Alkisah, pernah ada
seorang gubernur yang mengatakan permasalahan
banjir dan kemacetan di Jakarta bisa lebih mudah diatasi jika Ia menjadi
presiden. Boleh jadi orang itu menyesal pernah bilang begitu. Karena memang
tidak mudah menyelesaikan permasalahan di Jakarta.
Lantas pertanyaannya,
apakah masalah di Jakarta akan selesai atau setidaknya berkurang jika ibu kota
negara pindah? Saya berani bertaruh, tidak akan. Ibu kota sebagai pusat pemerintahan boleh
saja pindah. Lokasi baru pun mungkin akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
baru.
Tapi tidak serta merta
kemudian Jakarta ditinggalkan. Paling banter cuma sekitar satu juta PNS pusat
beserta keluarganya yang akan pindah. Sedangkan kantor-kantor swasta tidak
mungkin ikut pindah. Pun demikian dengan karyawannya. Jakarta tetap akan
menjadi pusat bisnis dan ekonomi terbesar.
Jadi kalau memang
ingin menyelesaikan permasalahan Jakarta, ya dihadapi bukan justru ditinggalkan.
Duit sebesar Rp 500 triliun yang diproyeksikan untuk membangun ibu kota baru
akan sangat bermanfaat bila dipakai untuk penyelesaian permasalahan di Jakarta
dan sekitarnya.
2. Pemindahan ibu kota = memindahkan masalah
Membangun kota baru
yang sama sekali masih lahan kosong pasti lebih mudah. Calon ibu kota konon
dirancang tidak sebesar Jakarta. Pusat pemerintahan baru itu didesain untuk
menampung penduduk sekitar 900 ribu sampai 1,5 juta jiwa. Maka diharapkan
masalah yang dihadapi tidak akan sekompleks di Jakarta.
Saya kira itu
pandangan yang terlalu naif. Pemerintah memang hanya akan membangun pusat
pemerintahan sebagaimana yang sudah direncanakan. Tapi, jangan lupa peribahasa
'ada gula ada semut'. Perkembangan kota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
baru pasti membentuk konurbasi dengan daerah-daerah di sekitarnya.
Para taipan properti
raksasa saat ini pasti sedang wait and see. Begitu diputuskan nama
calon ibu kota baru, berbondong-bondong mereka akan memborong (baca: menguasai)
lahan-lahan di daerah terdekat untuk dijadikan kota mandiri. Praktek land
banking oleh swasta sudah lazim terjadi di republik ini.
Kalau sudah begitu,
urbanisasi alias proses menjadi kota dari daerah-daerah yang mungkin semula
hutan itu bakal terjadi jauh lebih cepat dari perhitungan pemerintah. Walhasil,
masalah-masalah seperti yang ada di Jakarta akan tereplikasi dengan sempurna.
Problem bisa jadi lebih serius apabila perubahan lingkungan itu merusak
ekosistem yang selama ini terjaga.
BBM :partaiqq LINE :partaiqq WECHAT : partaiqq WA
: +855963535066
No comments:
Post a Comment